Sabtu, 08 November 2014

OPINI : Pendidikan Sebagai Perbaikan PERADABAN

Reformasi Pendidikan Sebagai Proyek Perbaikan Peradaban Bangsa Indonesia ( Pertama)

                                                               Oleh : Rahmat Nurudin


Founding Father Bangsa Indonesia adalah tokoh yang sangat perduli dengan dunia pendidikan. Meraka melihat ini adalah saran untuk perbaikan peradaban Bangsa Indonesaia yang baru saja merdeka waktu itu. Hal ini dibuktikan mereka dengan berkomitmen bahwa mencerdaskan bangsa Indonesia adalah proyek jangka panjang bangsa, serta telah termaktub dalam pembukaan UUD 1945.  Kebijkan terbaru terkait Undang undang pendidikan ada dalam UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003, yang mengatakan bahwa dunia pendidikan harus diberikan anggran sebesar 20 % dari APBN atau APBD di tingkat daerah. Kebijakan ini sangat jelas tertuang dalam UU SISDIKNAS, sehingga amanah undang-undang merupakan suatu hal yang besar dan menuntut keseriusan pemerintah dalam menangani dunia pendidikan. Tekad pemerintah Indonesia waktu itu memang cukup beralasan, bahwa masih banyak rakyat yang buta huruf setelah mengalami penjajahan Belanda dan Jepang selama ratusan tahun. Oleh karena itu pendidikan adalah suatu kepastian yang tidak bisa dipungkiri. Seiring perjalanan zaman dan bertambahnya usia bangsa Indonesia yang mencapai 65 tahun saat ini, pendidikan  Indonesia bisa di katakan mengalami perkembangan signifikan dari segi berkurangnya angka buta huruf masyrakat Indonesia. Pada zaman Penjajahan dan awal kemerdekaan angka melek huruf  Bangsa Indonesia tidak lebih dari 10% dari jumlah 80 juta an rakyat Indonesia waktu itu. Sekarang angka buta huruf Bangsa Indonesia masih di kisaran 8% dari kurang lebih 230 juta penduduk Indonesia.

Melihat perjalanan sejarah filosofi pendidikan Indonesia yang bertujuan unutk mencerdaskan kehidupan bangsa, untuk mencapai ini segi intelektualitas menjadi prioritas utama demi mengisi posisi-posisi tenaga kerja teknis dalam rangka menjalankan roda pemerintahan dan roda ekonomi masa-masa awal kemerdekaan. Oleh sebab itu suatu hal yang wajar kemudian mulai era orde  baru pemerintah mencangkan program wajib belajar 9 tahun serta menanggung subsidi biaya pendidikan yang telah diamanahkan oleh UUD 1945. Pemerintah memang fokus pada pengembangan intelektual pemuda dari segi akademis dan ketrampilan praktis agar generasi tersebut nantinya siap dipakai untuk kerja di instansi-instansi pemerintah. Mereka kelak menjadi birokrat-birokrat pemerintah yang mendudukung penuh segala kebijakan-kebijakan pemerintah orde baru terutama di bidang pendidikan. Pemerintah mengarahkan orientasi pendidikan demi mencetak generasi yang mendukung pemerintah orde baru dengan segala kebijakan-kebijakannya. Pendidikan dilihat secara praktis untuk memberi bekalan teori-teori yang miskin terapan dan menjauhkan nilai-nilai moral kenapa ilmu itu perlu dicari dan diterapkan. Hal-hal mendasar diatas menyebabkan implikasi luar biasa.
Bersasarkan Prof. Dr. Arief Rachman (Mantan Duta UNICEF PBB), dampak hebat system pendidikan Orde Baru yang masih tersa sampai sekarang dapat dijabarkan sebagai SEMBILAN TITIK LEMAH PENDIDIKAN INDONESIA. Harapannya ini menjadi refleksi bagi kita bersama agar kedepan dapat merumuskan reformasi pendidikan dimulai dari evaluasi yang sedang terjadi masa lalu dan berdampak saat ini. Refleksi penurunan kharakter bangsa ini menunjukan adanya kesalahan arah proses pendidikan, kesalahan-kesalahan itu seperti:

Pertama, Keberhasilan pendidikan hanya di ukur lewat keunggulan ranah kognitif dan nyaris tidak mengukur ranah afektif dan psikomotorik sehingga pembinaan watak dan budi terabaikan.

Kedua, Evaluasi pendidikan dari Sekolah dasar hingga perguruan tinggi cenderung memakai instumen yang mengesampingkan pola berpikir konvergen dan kritis sehingga siswa lemah dalam berpikir imajinatif dan kreatif. Peserta didik menjadi objek pasif bukan subjek aktif

Ketiga, proses pendidikan berubah menjadi proses pengajaran-pengajaran teori yang minim ada aplikasi lansung, sehingga hal ini menimbulkan kesenjangan dunia pendidikan dan dunia kerja

Keempat, kemampuan penguasaan pengetahuan tidak disertai dengan pembinaan kegemaran belajar. Akibatnya lembaga pendidikan menjadi lembaga elit dan asing yang jauh dari dari kehidupan dan keperluan sehari-hari.

Kelima, title dan gelar pendidikan menjadi orientasi pendidikan, tidak disertai dengan tanggung jawab ilmiah yang mumpuni, sehngga terjadi pengejaran title yang tidak sehat. Kultur Universitas menjadi kultur seremonial dan pengejaran status.

Keenam, materi pendidikan dan buku-buku pelajaran ditulis dengan cara dan metode yang miskin akan upaya-upaya untuk menyeimbangkan faktor praktik dan teori , faktor ilmu pengetahuan dan teknologi dan imam dan takwa( IMTAQ).

Ketujuh, manajemen pendidian yang menekannkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan kepada pemrintah dan bukan pada  seluruh stake holder pendidikan( masyarakat, orang tua, murid )

Kedelapan, profesi guru cenderung menjadi proifesi ilmiah yang jauh dan kurang disertai bobot profesi kemanusiaan dan professional sehingga guru dan murid terkesan sebagai hubungan produsen dan konsumen. Hubungan yang ideal adalah seperti hungungan orang tua dan anak       

Kesembilan , political will( baca: niat baik pemerintah) dalam rangka meningkat aksesbilitas kualitas pendidikan Indonesia. Pendidikan menjadi suatu barang yang mahal dan semakin tak terjangkau untuk kalangan bawah. Pendidikan hanya untuk kepentingan komersialisasi dan lahan bisnis.

0 komentar:

Posting Komentar